Contoh Proposal Penelitian Pendidikan Matematika



PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)
DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK
(Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran 
Tahun Pelajaran 2014/2015)


PROPOSAL PENELITIAN


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan Matematika





 universitas sisliwangi



Oleh

ELDI ANDIWINATA

112151133




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2014






KATA PENGANTAR



Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayahnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik (Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII Negeri 1 Pangandaran TahunPelajaran 2014/2015).”

Tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Penelitian Pendidikan Matematika di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Siliwangi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

Dr. Hj. Sri Wardani, Dra., M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Metode Penelitian Pendidikan Matematika di Program Studi Pendidikan Matematika.

Depi Setialesmana, M.Pd., selaku asisten dosen pengampu mata kuliah Metode Penelitian Pendidikan Matematika di Program Studi Pendidikan Matematika.

Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

Semoga amal kebaikannya dicatat oleh Allah SWT. dan diberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi penulis khususnya, maupun bagi para pembaca pada umumnya. Amin.

Tasikmalaya, Juni 2014




Penulis























































DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

Latar Belakang Masalah

Rumusan Masalah

Definisi Operasional

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Landasan Teoritis

Kajian Teori

Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)



Model Pembelajaran Langsung

Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Numbered Head Together (NHT)

Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Langsung

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Deskripsi Materi Pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Penelitian yang Relevan

Anggapan Dasar

Hipotesis

Prosedur Penelitian

Metode Penelitian

Variabel Penelitian

Populasi dan Sampel

Desain Penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Instrumen Penelitian

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA










































PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)

DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

(Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran

Tahun Pelajaran 2014/2015)




Latar Belakang

Pendidikan memiliki peran yang begitu penting untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia. Dengan adanya pembaharuan dalam dunia pendidikan yang dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan maka akan tercipta manusia-manusia unggul yang siap bersaing ditengah ketatnya persaingan global. Pendidikan merupakan salah satu solusi dari permasalahan ini karena pendidikan adalah suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Hal ini diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran yang berkesinambungan. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana pendidikan. Sebagai pendidik maka guru berperan besar dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, guru harus mampu memberikan pengajaran yang benar sehingga mampu diterima oleh peserta didik dengan baik.

Hal ini berbanding lurus dengan pembelajaran matematika di sekolah yang bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik yang mampu berpikir kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika maupun pada bidang lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Namun kenyataannya pada saat ini bisa dikatakan kegiatan pembelajaran di sekolah kurang mampu meningkatkan kreativitas peserta didik. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan hanya didominasi oleh guru. Dengan kenyataan seperti ini maka mengakibatkan peserta didik kurang memiliki motivasi kuat untuk belajar matematika dengan sungguh-sungguh serta aktivitas peserta didik pun kurang berperan secara optimal. Dalam proses belajar mengajar masih begitu banyak peserta didik yang bergantung pada guru padahal pembelajaran matematika ini berperan untuk melatih kemampuan berpikir mandiri dan berargumentasi peserta didik.

Keberhasilan proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal yang dimaksud adalah faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik, yaitu antara lain kecerdasan siswa, motivasi, minat, kemandirian, sikap dan bakat. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor yang berasal dari luar peserta didik, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Faktor-faktor tersebut sering kali menjadi batu hambatan dalam perjalanan mencapai keberhasilan pembelajaran matematika peserta didik. Rumus dalam suatu materi pengajaran atau soal yang begitu panjang kerapi dihadapi peserta didik. Hal ini menjadi salah satu kesulitan tersendiri untuk menghafal rumus dan mencocokannya pada soal yang tengah dihadapi. Peserta didik selalu fokus pada perhitungan penggunaan rumus itu atau sekedar mensubstitusi angka-angka dalam soal pada rumus yang digunakan. Lebih parah lagi jika diantara peserta didik ada yang tidak memahami masalah yang tengah dihadapi, padahal tujuan dari pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah.

Upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik harus dilakukan. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disenangi oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal sesuai dengan harapan. Untuk mencapai hal ini salah satu langkah yang harus dilakukan adalah dengan dilaksanakan proses pembelajaran yaang berpusat pada peserta didik dan menggali kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus tertanam pada setiap peserta didik. Untuk mengembangkan kemampuan ini maka diperlukan inovasi di dalam kegiatan pembelajaran matematika yang mengutamakan pada pengembangan daya matematik peserta didik. Dalam pembelajaran matematika, pemecahan masalah (problem solving) sangat diperlukan karena keberhasilan proses pemecahan masalah ini dianggap akan mampu untuk meningkatkan pemahaman peserta didik. Dengan pemecahan masalah guru akan dapat menggali kemampuan berpikir peserta didik untuk memecahkan masalah yang tengah mereka hadapi agar ditemukan jawaban atau hasil akhir dari suatu permasalahan.

Salah satu pendekatan yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran matematika adalah pendekatan pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif ini memiliki beberapa tipe pembelajaran, diantaranya Jigsaw, Examples Non Examples, Picture and Picture, Numbered Head Together (NHT), Problem Based Introduction dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan harapan agar peserta didik menjadi lebih aktif dan mereka merasa lebih terlibat dalam kegiatan pembelajaran matematika. Selain itu penulis juga berharap agar pembelajaran menjadi lebih terarah dan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik.

Alasan penulis memilih untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini karena dengan dibentuknya kelompok akan memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan mendukung satu sama lain, menyatukan pendapat terhadap jawaban pertanyaan yang tengah dihadapi sehingga mampu menyimpulkan hasil akhir secara bersama-sama. Dengan begitu maka diharapkan peserta didik mampu membangun dan mengembangkan pengetahuannya.

Agar permasalahan tidak meluas, maka penelitian dibatasi pada materi sistem persamaan linear dua variabel. Kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dalam memecahkan soal-soal persamaan linear dua variabel dengan kompetensi dasar menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel, membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel, menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.

Berdasarkan beberapa pernyataan yang telah dikemukakan, penulis memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik (Penelitian Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran tahun Pelajaran 2014/2015).”

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut :

Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran langsung?

Definisi Operasional

Untuk memperjelas permasalahan yang akan penulis teliti, berikut ini penulis kemukakan satu persatu maksud atau makna yang terjabar dalam penelitian ini.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

Menurut Slavin (Huda, Miftahul, 2013:203) “Metode yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok”. Tujuan dari pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta di untuk berbagi pendapat atau gagasan serta mempertimbangkan jawaban secara berkelompok guna mendapatkan jawaban yang paling tepat.

Huda, Miftahul (2013:203-204) menyatakan bahwa sintak atau tahap-tahap pelaksanaan Numbered Head Together (NHT) hampir sama dengan diskusi kelompok, yang rinciannya adalah sebagai berikut :

Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.

Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

Guru memberi tugas/pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk mengerjakannya.

Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

Guru memanggil salah satu nomor secara acak.

Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka.




Model Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran direct instruction atau yang lebih dikenal dengan pembelajaran langsung adalah sebuah model pembelajaran yang telah dirancang secara khusus oleh guru untuk menunjang proses belajar peserta didik berkenaan dengan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fase-fase dalam model pembelajaran langsung adalah menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, membimbing pelatihan, mengecek pemahaman dan memberikan latihan dan penerapan konsep.

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan menggunakan informasi dan pengetahuan dalam upaya mencari solusi dari suatu permasalahan matematik yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam penelitian ini menggunakan model Polya, yang meliputi memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melakukan perhitungan dan memeriksa kembali hasil.

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) layak dikatakan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik apabila terjadinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) lebih baik daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran langsung. Hal ini bisa dilihat dari hasil belajar berupa tes tertulis (postest dan pretest) dengan menggunakan rumus normalized gain (gain ternormalisasi) dengan rumus

normalized gain=(postest score –pretest score)/(score max-pretest score)

Kesulitan Peserta Didik dalam Pemecahan Masalah

Peserta didik dikatakan mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah matematika menurut langkah Polya, jika skornya kurang dari batas penguasaan ideal. Untuk menghitung batas penguasaan ideal menggunakan rumus seperti berikut ini :

Batas penguasaan ideal = x ̅_ideal+ 1/4 〖SD〗_Ideal

Keterangan :

x ̅_ideal = nilai rata-rata ideal yaitu 1/2 dari skor maksimal tiap tahap

〖SD〗_Ideal = simpangan baku ideal, yaitu 1/3 dari nilai rata-rata ideal




Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk :

Mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) lebih baik daripada yang menggunakan pembelajaran langsung.

Mengetahui pada langkah mana peserta didik mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematik menurut langkah-langkah Polya.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagi peneliti, untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT).

Bagi guru, sebagai informasi bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam kegiatan belajatr mengajar matematika.

Bagi peserta didik, untuk membantu menumbuhkembangkan kreativitas belajar peserta didik dalam mempelajari matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini.

Bagi sekolah, agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam proses pengembangan pembelajaran matematika peserta didik yang akan disampaikan oleh guru.

Landasan Teoritis

Kajian Teori

Model Pembelajaran Kooperatif

Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson (Isjoni, 2001:17) “Cooperative learning adalah mengelompokkan peserta didik didalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar peserta didik dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”. Dalam pembelajaran kooperatif peserta didik duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil dan menyelesaikan masalah yang mereka terima dai guru secara berkelompok.

Slavin, R.E (Yusron, Narulita, 2010:4) menyatakan, “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam memepelajari materi pelajaran”. Peserta didik dituntut untuk bekerja sama agar hasil belajar yang lebih baik dapat tercapai.

Ibrahim, Muslimin, et. al. (2000:6), mengemukakan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi pelajaran.

Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.

Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.




Kelas dengan kemampuan peserta didik yang bervariasi maka pembelajaran kooperatif sangat cocok digunakan pada kelas ini, yaitu dengan mencampurkan peserta didik dengan kemampuan beragam. Dengan demikian peserta didik yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi oleh peserta didik yang lebih. Begitu juga halnya peserta didik yang lebih akan semakin terasah kemampuannya. Disamping itu diharapkan akan mempererat persahabatan antar peserta didik karena pembelajaran kooperatif memandang peserta didik sebagai makhluk sosial yang memiliki ketergantungan pada orang lain, mempunyai tujuan serta tanggung jawab yang setara.

Menurut Lungren (Trianto, 2010:65) mengatakan bahwa unsur-unsur dasar yang diperlukan untuk diterapkan pada peserta didik agar pembelajaran kooperatif berjalan lebih efektif adalah sebagai berikut :

Para peserta didik harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam” atau “berenang” bersama;

Para peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap tiap peserta didik lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi;

Para peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama;

Para peserta didik harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok;

Para peserta didik diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok;

Para peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar;

Para peserta didik diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.




Roger dan David Johnson (Lie, Anita 2007:31) menyatakan bahwa ada lima unsur model pembelajaran kooperatif yang diantaranya adalah saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan maka dalam pembelajaran kooperatif maka kelima unsur ini harus diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar.

Jarolimek dan Parker (Isjoni, 2011:24) mengungkapkan bahwa keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

Saling ketergantungan yang positif

Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu

Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara peserta didik dengan guru

Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan




Selain kelebihan yang telah dikemukakan dari model pembelajaran kooperatif tetap memiliki beberapa kelemahan seperti yang telah disampaikan oleh Jarolimek dan Parker (Isjoni, 2011:25) adalah sebagai berikut :

Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu

Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai

Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedanag dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan




Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan peserta didik dalam kelompok dengan beranggotakan 4-6 peserta didik dengan tingkat kemampuan atau jenis kelamin yang berbeda. Kerja sama antar peserta didik sangat diperlukan dan ketergantungan yang begitu kuat dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan tiap individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan positif dalam belajar kelompok.

Untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran kooperatif terdapat 6 langkah utama yang perlu diperhatikan.

Tabel 1

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif




Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan motivasi peserta didik Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar

Fase-2

Menyampaikan informasi Guru menyampaikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan acuan

Fase-3

Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk suatu kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase-6

Memberikan penghargaan Guru mencari car-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Sumber : Ibrahim, Muslimin, et. al. (Trianto, 2010:66-67)

Pembelajaran kooperatif bagi peserta didik dapat mendukung guna meningkatnya kemajuan pada pengembangan sikap, nilai dan tingkah laku karena dengan dibentuknya kelompok-kelompok kecil yang heterogen maka peserta didik dapat lebih banyak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang mereka lakukan. Adapun tujuan utama dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari teman sejawatnya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diungkapkan oleh Stahl (Isjoni, 2011:24) “Melalui model cooperative learning peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berfikir dan menentukan serta berbuat dab berpartisipasi sosial”.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, membuat kelompok heterogen dan setiap peserta didik memiliki nomor tertentu, memberikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja secara kelompok, melakukan presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis lalu diberikan penghargaan kelompok.

Lie, Anita (2010:12) menyatakan “Sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning”. Jadi bisa disimpulkan bahwa cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran gotong royong yang memiliki sisi sosial positif.

Kelebihan model pembelajaran tipe Numbered Head Together (NHT) yaitu :

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.

Memudahkan pembagian tugas.

Peserta didik belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya.

Tipe ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu metode belajar dimana setiap peserta didik diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, setelah itu guru memanggil nomor dari peserta didik. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) ini menekankan adanya struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian cooperative learning tipe Numbered Head Together (NHT) adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok kecil, yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dalam tugas-tugas yang terstruktur dan menutut siswa agar melaksanakan tanggungjawab pribadinya dalam keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya.

Lie, Anita (2010:60) menjelaskan bahwa langkah-langkah cooperative learning tipe Numbered Head Together (NHT) adalah sebagai berikut :

Langkah 1 – Penomoran (Numbering)

Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi nomor sehingga setiap siswa dalam tim memiliki nomor yang berbeda.

Langkah 2 – Pengajuan Pertanyaan (Questioning)

Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakanya. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya siswa no.1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa no.2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa no.3 mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.

Langkah 3 – Berpikir bersama (Head Together)

Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. Jika perlu (untuk tugas yang lebih sulit), guru juga bisa mengadakan kerjasama antar kelompok. Siswa bisa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu dan mencocokan hasil kerja mereka.

Langkah 4 – Pemberian Jawaban (Answering)

Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.




Model Pembelajaran Langsung

Model pembelajaran langsung adalah sebuah model pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik berkenaan dengan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Fase-fase dalam model pembeljaran langsung adalah menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, membimbing pelatihan, mengecek pemahaman dan memberikan latihan dan penerapan konsep.

Widaningsih, Dedeh (2010:150) menyatakan, “Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik berkenaan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah”. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara bertahap melalui informasi yang diberikan oleh guru dan selanjutnya untuk dapat mengecek pemahaman peserta didik dilanjutkan dengan tanya jawab serta diskusi.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tidak pernah lepas dari strategi, metode dan teknik pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tim MKPBM (2001:8) ”Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi peserta didik dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang ditetapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dikelas”.

Model pembelajaran langsung merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar matematika. Menurut Widaningsih, Dedeh (2010:150) “Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik berkenaan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktrur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah”. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara bertahap melalui informasi yang diberikan oleh guru dan untuk menegcek pemahaman peserta didik dilanjutkan dengan tanya jawab serta diskusi.

Model pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang rinci terutama pada saat menganalisis tugas. Model pembelajaran langsung berpusat pada guru tetapi tetap harus menjamin keterlibatan peserta didik.

Kardi dan Nur (Trianto, 2007:29) mengungkapkan, ciri-ciri model pembelajaran langsung adalah sebagai berikut:

Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada peserta didik termasuk prosedur penilaian belajar

Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran

Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil




Pembelajaran langsung digunakan untuk menyampaikan yang ditransformasikan secara langsung oleh guru kepada peserta didik. Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus diatur seefisien mungkin, sehingga guru dapat merancang waktu dengan benar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Depdiknas (Widaningsih, Dedeh, 2010:152) fase dan peran guru dalam model pembelajaran langsung disajikan pada tabel 2 berikut:

Tabel 2

Fase dan Peran Guru dalam Model Pembelajaran Langsung




No Fase Peran Guru

1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik Menjelaskan tujuan, materi prasyarat, memotivasi peserta didik dan mempersiapkan peserta didik

2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap

3 Membimbing pelatihan Guru memberikan latihan terbimbing

4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Mengecek kemampuan peserta didik dan memberikan umpan balik

5 Memberikan latihan dan penerapan konsep Memberikan latihan untuk peserta didik dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari

Sumber: Depdiknas (Widaningsih, Dedeh, 2010:152)

Fase model pembelajaran langsung lebih menekankan pada tugas, sehingga guru memiliki peran penting di dalam kelas yaitu sebagai pemberi informasi. Dalam model pembelajaran langsung partisipasi peserta didik tidak begitu menonjol.

Sebagaimana halnya sebuah kegiatan belajar mengajar maka pembelajaran langsung pun memiliki langkah-langkah dalam pelaksanaannya. Suherman, Erman (2004:12) mengatakan bahwa langkah-langkah model pembelajaran langsung adalah

Menyiapkan peserta didik

Sajian informasi dan prosedur

Latihan bimbingan

Balikan-refleksi

Latihan mandiri

Setiap model, metode dan pendekatan pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran langsung maka diharapkan agar guru dapat menciptakan sebuah pembelajaran yang kondusif. Widaningsih, Dedeh (2010:153) menyatakan. “Kelebihan dari model pembelajaran langsung adalah a. relatif banyak materi yang bisa diterapkan, b. untuk hal-hal yang sifatnya prosedural, model ini akan rekatif mudah diikuti. Sedangkan kelamahannya adalah jika terlalu dominan pada ceramah, siswa akan merasa cepat bosan”.

Teori Belajar Yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Head Together (NHT)

Adapun teori belajar yang dipakai disini dari Endang S. dan Sumaryanta (2005: ) adalah sebagai berikut:

Teori Belajar Vygotsky

Lev Vygotsky (Budiningsih, C. Asri 2008:99) mengungkapkan, “Jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya”. Seseorang memahami pikiran bukan dengan cara menelusuri apa yang ada dibalik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya.

Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseoarang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental.

Selain itu penafsiran terkini terhadap ide-ide vygotsky adalah peserta didik seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit dan realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tuga-tugas tersebut. Hal ini sesuai dengan Vygotsky (Trianto, 2009:39) yaitu Scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut serta memebrikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggungjawab yang semakin besar setelah anak dapat melakukannya.

Teori ini erat kaitannya dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) karena menggunakan konsep kerja sama dalam proses pembelajarannya sehingga dapat mencapai hasil yang optimal dalam pembelajaran. Keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran bukan hanya karena ketrelibatan guru namun keterlibatan teman sebaya pun menjadi faktor penentu.

Salah satu lingkungan yang baik, efektif dan efisisen yang dapat melatih perkembangan kognitif siswa seperti yang dikemukakan Vygotsky adalah lingkungan belajar model kooperatif (cooperative learning) dalam bimbingan seorang guru. Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu dengan orang-orang lain merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Proses belajar akan terjadi secara efektif dan efisien apabila siswa belajar secara kooperatif dengan suasana lingkungan yang mendukung (supportive) dengan bimbingan orang yang lebih mampu.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Vygotsky maka diharapkan dalam penggunan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dalam pembelajaran siswa dapat bekerjasama/berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan sehingga tercipta suasana yang menyenangkan.

Teori Belajar Bruner

Menurut Bruner belajar merupakan proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepadad irinya. Jika seorang mempelajari suatu pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran orang tersebut. Selain itu langkah yang paling baik dalam belajar matematika adalah dengan melakukan penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan yang menunjukkan representasi (model) konsep dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang dipelajari harus ada kaitannya.

Bruner (Tim MKPBM,2001:44) menyatakan,

Belajar matematika akan lebih berhasil jika proses diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping itu ia juga mengemukakan bahwa dalam prosesbelajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasibenda-benda (alat peraga).




Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Bruner maka diharapkan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dalam pembelajaran siswa dapat aktif di dalam kelas. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dalam pembelajaran akan membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan tidak hanya dengan cara menghafal tetapi siswa mendapatkan pengetahuan dengan cara berdiskusi/bekerjasama dalam teman yang lain dalam kelompok.

Teori Belajar Yang Mendukung Model Pembelajaran Langsung

Salah satu teori yang mendukung model pembelajaran langsung adalah teori Ausubel. Teori ini dikenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Berkaitan dengan hal ini, Suparno, (Isjono, 2007:35) berpendapat, “Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran”. Materi pembelajaran harus sesuai dengan kemampuan peserta didik. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki peserta didik, sehingga konsep-konsep baru tersebut bisa diterima dengan baik oleh peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebutnTim MKPBM (2001:35) menyatakan,

“Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima peserta didik hanya menerima, jadi tinggal menghafalnya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh peserta didik, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal, peserta didik menghafal materi yang sudah diperolehnya, tetapai pada belajar bermakna materi yang telah diperolehnya itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti”




Berdasarkan pernyataan yang telah dikemukakan maka dalam kegiatan belajar mengajar peserta didik tidak hanya menerima, menghafal, dan menemukan konsep saja tetapi peserta didik dituntut untuk mampu mengembangkan konsep tersebut sehingga belajar bermakna dapat tercapai.

Teori Ausubel ini sangat mendukung model pembelajaran langsung karena harus ditekankan bahwa dalam sebuah kegiatan pembelajaran itu bukan hanya menekankan pada pengertian konsep saja tetapi peserta didik dituntut untuk mampu mengaitkan konsep-konsep baru atau informasi baru dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif peserta didik sehingga proses pembelajaran berjalan dengan penuh makna dan apa yang telah disampaikan oleh guru sebagai sang pendidik dapat diterima serta dipahami dengan baik oleh peserta didik.

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Ruseffendi, E.T. (2006:336) menyatakan, “Suatu persoalan merupakan masalah bagi seseorang. Pertama, apabila persoalan itu tidak dikenalnya. Kedua, peserta didik harus mampu menyelesaikannya, terlepas daripada apakah sampai atau tidak kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya.”

Pemecahan masalah (problem solving) dalam matematika dapat berupa menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, serta mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Maksudnya adalah dimana sebuah soal yang untuk sampai pada prosedur yang benar atau sampai pada hasil akhir diperlukan pemikiran yang lebih mendalam. Oleh sebab itu pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis, logis, kreatif dan sistematis.

Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik dalam melakukan pemecahan masalah matematik dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Langkah-langkah dalam Polya ini meliputi : 1) memahami masalah, 2) melakukan perhitungan, 3) merencanakan penyelesaian, 4) merencanakan penyelesaian, dan 5) memeriksa hasil kembali. Dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya ini peserta didik dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dengan sangat sistematis.

Deskripsi Materi Pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Materi Pokok : Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Standar Kompetensi : Memahami sistem persamaan linear dan

variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

Memahami sistem persamaan linear dan variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah 2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel 2.1.1 Menyebutkan perbedaan PLDV dan SPLDV

2.1.2 Mengenal SPLDV dalam berbagai bentuk dan variabel

2.1.3 Menentukan akar SPLDVdengan substitusi dan eliminasi

2.2 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan linear dua variabel 2.2.1 Membuat model matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV




2.2 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan linear dua variabel 2.2.1 Membuat model matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV




2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear variabel dan penafsirannya 2.3.1 Menyelesaikan model matematikadari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya

2.3.2 Menyelesaikan SPLDV dengan menggunakan grafik garis lurus




Persamaan Linear Satu Variabel

Perhatikan persamaan-persamaan berikut.

2x + 5 = 3 persamaan (1)

1 – 2y = 6 persamaan (2)

z + 1 = 2z persamaan (3)

Variabel pada persamaan (1) adalah x, pada persamaan (2) adalah y, dan pada persamaan (3) adalah z. Persamaan-persamaan di atas adalah contoh bentuk persamaan linear satu variabel, karena masing-masing persamaan memiliki satu variabel dan berpangkat satu. Variabel x, y, dan z adalah variabel pada himpunan tertentu yang ditentukan dari masing-masing persamaan tersebut.

Persamaan linear satu variabel dapat dinyatakan dalam bentuk ax = b atau ax + b = c dengan a,b, dan c adalah konstanta, a ≠ 0, dan x variabel pada suatu himpunan.

Contoh

Tentukan himpunan penyelesaian persamaan berikut.

3x+1 = 4

⇔ 3x+1-1 = 4-1

⇔ 3x = 3

⇔ 1/3 x 3x = 1/3 x 3

⇔ x = 1

Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {1}.

Persamaan Linear Dua Variabel

Pengertian Persamaan Linear Dua Variabel

Sistem Persamaan Linear Dua Variable (SPLDV) adalah gabungan dari dua atau lebih persamaan linear yang memiliki nilai variael yang sama. Jika pada sebuah persamaan memiliki variabel yang bernilai 2, maka nilai variabel sejenis pada persamaan lain juga harus 2. Dalam kehidupan sehari- hari biasanya digunakan untuk menyelesaikan atau menemukan nilai variabel yang belum diketahui dalam dua kondisi yang berbeda.

Persamaan garis lurus pada bidang Cartesius dinyatakan dalam bentuk ax + by = c dengan a,b,c konstanta real dengan a,b ≠ 0, dan x,y adalah variabel pada himpunan bilangan real. Persamaan linear dua variabel dapat dinyatakan dalam bentuk berikut, ax + by = c dengan a,b,c ∈R,a,b ≠ 0, dan x,y suatu variabel.

Perhatikan persamaan-persamaan berikut.

x + 5 = y

2a – b = 1

3p + 9q = 4

Persamaan-persamaan di atas adalah contoh bentuk persamaan linear dua variabel. Variabel pada persamaan x + 5 = y adalah x dan y, variabel pada persamaan 2a – b = 1 adalah a dan b. Adapun variabel pada persamaan 3p + 9q = 4 adalah p dan q.

Perhatikan bahwa pada setiap contoh persamaan di atas, banyaknya variabel ada dua dan masing-masing berpangkat satu.

Penyelesaian Persamaan Linear Dua Variabel

Perhatikan persamaan x + y = 5. Persamaan ini masih merupakan kalimat terbuka, artinya belum mempunyai nilai kebenaran. Jika nilai x diganti dengan bilangan 1 maka nilai y yang memenuhi adalah 4. Karena pasangan bilangan (1,4) memenuhi persamaan tersebut, maka persamaan x + y = 5 menjadi kalimat yang benar. Dalam hal ini dikatakan bahwa (1,4) merupakan salah satu penyelesaian dari persamaan x + y = 5.

Apakah hanya (1,4) yang merupakan penyelesaian x + y =5?

Untuk dapat menentukan himpunan penyelesaian dari x + y = 5 dengan x + y variabel pada himpunan bilangan cacah maka harus mencari nilai x dan y yang memenuhi persamaan tersebut.

Untuk mencari nilai x dan y yang memenuhi persamaan x + y = 5 akan lebih mudah dengan membuat tabel seperti berikut.

x 0 1 2 3 4 5

y 5 4 3 2 1 0

(x,y)

(0,5)

(1,4)

(2,3)

(3,2)

(4,1)

(5,0)







Jadi, himpunan penyelesaian dari persamaan x + y = 5 adalah {(0,5),(1,4),(2,3),(3,2),(4,1),(5,0)}.

Gambar grafik persamaan x + y = 5 pada bidang Cartesius tampak seperti Gambar 1 berikut :



Gambar 1

Jika x dan y variabel pada himpunan bilangan cacah maka grafik penyelesaian persamaan x + y = 5 berupa noktah/titik-titik.

Adapun, jika x dan y variabel pada himpunan bilangan real makatitik-titik tersebut dihubungkan sehingga membentuk garis lurus seperti Gambar 2.



Gambar 2

Jika di ambil pasangan bilangan (2,1) dan disubstitusikan pada persamaan x + y = 5 maka diperoleh 2 + 1 ≠ 5 (kalimat salah). Karena pasangan bilangan (2,1) tidak memenuhi persamaan x + y = 5 maka bilangan (2,1) disebut bukan penyelesaian persamaan x + y = 5.

Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Perhatikan permasalahan berikut :

Pada hari ini Anggita berencana untuk membeli alat tulis yang terdiri dari pensil dan bolpoin di suatu toko alat tulis dekat rumahnya. Ia berencana akan membeli total sebanyak 5 buah alat tulis. Berapa banyaknya masing-masing pensil dan bolpoin yang mungkin dibeli oleh Anggita?

Untuk mendaftar semua kemungkinannya, kita dapat menggunakan tabel seperti berikut.

Pensil 0 1 2 3 4 5

Bolpoin 5 4 3 2 1 0




Permasalahan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan : p+b=5 dengan p dan b secara berturut-turut merupakan banyaknya pensil dan bolpoin yang akan dibeli oleh Anggita.

Karena banyaknya pensil ditambah banyaknya bolpoin adalah 5 buah, maka banyaknya pensil sama dengan 5 dikurangi banyaknya bolpoin dan demikian juga banyaknya bolpoin sama dengan 5 dikurangi dengan banyaknya pensil. Atau dengan kata lain, persamaan p + b = 5 dapat juga dituliskan menjadi bentuk persamaan berikut.

p=5-b atau

b=5-p

Berikut ini beberapa contoh bentuk persamaan linear dua variabel lainnya.

x – y = 3

x + y = 8

12x-3y=7

3a+5b-1=0

m=11-4n

u=(13v-11)/15

Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dapat dilakukan dengan metode grafik, eliminasi, substitusi, dan metode gabungan.

Metode Grafik

Pada metode grafik, himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel adalah koordinat titik potong dua garis tersebut. Jika garis-garisnya tidak berpotongan di satu titik tertentu maka himpunan penyelesaiannya adalah himpunan kosong.

Contoh

Dengan metode grafik, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel x + y = 5 dan x – y = 1 jika x,y variabel pada himpunan bilangan real

Penyelesaian

Untuk membantu memudahkan menggambar grafik dari persamaan x + y = 5 dan x – y = 1, maka bisa dibuat tabel nilai x dan y yang memenuhi kedua persamaan tersebut.

x + y = 5 x – y = 1

x 0 5 x 0 1

y 5 0 y -1 0

(x,y)

(0,5)

(5,0)

(x,y)

(0,-1)

(1,0)









Gambar 3

Gambar 3 adalah grafik sistem persamaan dari x + y = 5 dan x – y = 1. Dari gambar tampak bahwa koordinat titik potong kedua garis adalah (3,2). Jadi, himpunan penyelesaian dari sistem persamaan x + y = 5 dan x – y = 1 adalah {(3,2)}.

Metode Eliminasi

Pada metode eliminasi, cara yang digunakan untuk menentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel adalah dengan menghilangkan (mengeliminasi) salah satu variabel dari sistem persamaan tersebut. Jika variabelnya x dan y, untuk menentukan variabel x maka harus mengeliminasi variabel y terlebih dahulu, atau sebaliknya. Perhatikan bahwa jika koefisien dari salah satu variabel sama maka dengan ini dapat mengeliminasi atau menghilangkan salah satu variabel tersebut, untuk selanjutnya menentukan variabel yang lain.







Contoh

Dengan metode eliminasi, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3

Penyelesaian

Langkah I (eliminasi variabel y)

Untuk mengeliminasi variabel y, koefisien y harus sama, sehingga persaman 2x + 3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x – y = 3 dikalikan 3.

2x + 3y = 6 x 1 ⇒ 2x + 3y = 6

x – y = 3 x 3 ⇒ 3x-3y = 9 +

2x+3x = 15

5x = 15

x = 3

Langkah II (eliminasi variabel x)

Seperti pada langkah I, untuk mengeliminasi variabel x, koefisien x harus sama, sehingga persamaan 2x + 3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x – y = 3 dikalikan 3.

2x + 3y = 6 x 1 ⇒ 2x + 3y = 6

x – y = 3 x 2 ⇒ 2x-2y = 6 –

3y-(-2y) = 0

3y+2y = 0

5y = 0

y =0/5

y =0




Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {(3,0)}

Metode Substitusi

Sebelumnya telah diuraikan cara menentukan himpunan penyelesaian dari persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3 dengan metode grafik dan eliminasi. Sekarang selesaikan sistem persamaan tersebut dengan metode substitusi.

Contoh

Persamaan x – y = 3 ekuivalen dengan x = y + 3. Dengan cara menyubstitusikan persamaan x = y + 3 ke persamaan 2x + 3y = 6 diperoleh sebagai berikut.

Penyelesaian

2x+3y = 6

⇒ 2(y+3)+3y = 6

⇒ 2y+6+3y = 6

⇒ 5y+6 = 6

⇒ 5y+6-6 = 6-6

⇒ 5y = 0

⇒ y = 0

Selanjutnya untuk memperoleh nilai x, substitusikan nilai y ke persamaan x = y + 3, sehingga diperoleh

x = y + 3

⇔ x = 0 + 3

⇔ x = 3

Jadi, himpunan penyelesaian dari sistem persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3 adalah {(3,0)}

Maka dapat dikatakan bahwa untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan metode substitusi, terlebih dahulu kita nyatakan variabel yang satu ke dalam variabel yang lain dari suatu persamaan, kemudian menyubstitusikan (menggantikan) variabel itu dalam persamaan yang lainnya.

Metode Gabungan

Setelah menguraikan cara menentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel dengan metode grafik, eliminasi, dan substitusi. Sekarang akan mempelajari cara yang lain, yaitu dengan metode gabungan eliminasi dan substitusi.

Contoh

Dengan metode gabungan, tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan 2x – 5y = 2 dan x + 5y = 6, jika x,y ∈ R

Penyelesaian

2x- 5y = 2 x 1 ⇒ 2x- 5y = 2

x+ 5y = 6 x 2 ⇒ 2x+10y = 12 –

-15y = -10

y = (-10)/(-15)

y = 2/3

Selanjutnya substitusikan nilai y ke persamaan x+5y=6, sehingga diperoleh

x+5y=6

⇔ x+5(2/3) = 6

⇔ x+10/3 = 6

⇔ x = 6-10/3

⇔ x = 2 2/3

Jadi, himpunan penyelesaian dari persamaan 2x – 5y = 2 dan x + 5y = 6 adalah {(2 2/3,2/3 )}

Membuat Model Matematika dan Menyelesaikan Masalah Sehari-Hari yang Melibatkan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Beberapa permasalahan dalam kehidupan sehari-hari ternyata dapat diselesaikan dengan melakukan perhitungan yang melibatkan sistem persamaan linear dua variabel. Permasalahan sehari-hari yang biasa ditemukan tersebut biasanya disajikan dalam bentuk soal cerita.

Langkah-langkah menyelesaikan soal cerita sebagai berikut.

Mengubah kalimat-kalimat pada soal cerita menjadi beberapa kalimat matematika (model matematika), sehingga membentuk sistem persamaan linear dua variabel.

Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.

Menggunakan penyelesaian yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan pada soal cerita.

Contoh

Asep membeli 2 kg mangga dan 1 kg apel dan ia harus membayar

Rp. 15.000,00, sedangkan Intan membeli 1 kg mangga dan 2 kg apel dengan harga Rp. 18.000,00. Berapakah harga 5 kg mangga dan 3 kg apel?




Penyelesaian

Misalkan harga 1 kg mangga = x

harga 1 kg apel = y

Kalimat matematika dari soal di samping adalah

2x+y=15.000

x+2y=18.000

Selanjutnya, selesaikan dengan menggunakan salah satu metode penyelesaian, misalnya dengan metode gabungan.

Langkah I : Metode eliminasi

Dengan demikian, harga 1 kg mangga adalah Rp4.000,00 dan harga 1 kg apel adalah Rp7.000,00.

2x + y = 15.000 × 1 ⇒ 2x+ y = 15.000

x+ 2y = 18.000 × 2 ⇒ 2x+4y = 36.000 -

- 3y = -21.000

y = (-21.000)/(-3)

y = 7.000

Langkah II : Metode substitusi

Substitusi nilai y ke persamaan 2x + y = 15.000

2x+y = 15.0000

2x+7.000 = 15.0000

⇔ 2x = 15.000-7.000

⇔ 2x = 8.000

⇔ x = 8.000/2

⇔ x = 4.000

Dengan demikian, harga 1 kg mangga adalah Rp4.000,00 dan harga 1 kg apel adalah Rp7.000,00

Jadi, harga 5 kg mangga dan 3 kg apel adalah

5x + 2y = (5 × Rp.4.000,00) + (3 × Rp.7.000,00)

= Rp.20.000,00 + Rp.21.000,00

= Rp.41.000,00




Menyelesaikan Sistem Persamaan Nonlinear Dua Variabel Dengan Mengubah Ke Bentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Perhatikan beberapa sistem persamaan berikut.

Di antara sistem persamaan di atas, dapatkah kalian menemukan perbedaannya?

Perhatikan bahwa sistem persamaan nomor 1 dan 3 merupakan sistem persamaan linear dua variabel, karena mempunyai dua variabel yang berpangkat satu. Adapun nomor 2 dan 4 merupakan sistem persamaan nonlinear dua variabel, karena mempunyai dua variabel yang berpangkat dua atau tidak linear. Sistem persamaan nonlinear dua variabel dapat diselesaikan dengan cara mengubahnya terlebih dahulu ke bentuk linear.

Contoh

Selesaikan sistem persamaan nonlinear dua variabel berikut.

1/x+5/y=5 dan 2/x+3/y=6

Penyelesaian

1/x+5/y=5 dan 2/x+3/y=6

Misalkan 1/x=a dan 1/y=b sehingga bentuk sistem persamaan linear dua variabelnya adalah

1/x+5/y=5 ⇔ a+5b=5

2/x+3/y=6 ⇔ 2a+3b=6

Kemudian, selesaikan persamaan-persamaan tersebut dengan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel sebagai berikut.

a+5b=5 × 2 ⇔ 2a+10b=10

2a+3b=6 × 1 ⇔ 2a+ 3b=6 –

10b-3b = 10-6

7b = 4

b = 4/7

Selanjutnya substitusi nilai b ke persamaan a+5b=5, sehingga diperoleh

a+5b = 5

⇔ a+5×(4/7) = 5

⇔ a+20/7 = 5

⇔ a = 15/7

Setelah diperoleh nilai a dan b, kembalikan nilai a dan b ke pemisalan semula.

1/x = a 1/y = b

⇔ 1/x = 15/7 ⇔ 1/y = 4/7

⇔ x = 7/15 ⇔ y = 7/4




Jadi, penyelesaian persamaan




1/x+5/y=5 dan 2/x+3/y=6 adalah x = 7/15 dan y = 7/4

Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) telah dilakukan oleh Gustianingsih (2006) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa” yang dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 1 Cikampek. Peneliti menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif pada peserta didik yang dalam kegiatan belajar mengajar matematikanya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

Selanjutnya, penelitian dilakukan oleh Puad Roni Daroni (2012), dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Menigkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi Lingkaran” yang dilaksanakan di kelas VIII D SMP Islamiyah Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Kesimpulannya menyatakan bahwa ada peningkatan aktivitas peserta didik pada proses pembelajaran setelah model pembelajaran tipe Number Head Together (NHT).

Penelitian lainnya dilaporkan oleh Darsun (2011) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematika Peserta Didik”, yang dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 3 Tasikmalaya. Kesimpulan penelitian menyatakan terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan pemahaman matematika peserta didik kelas VIII SMP Negeri 3 Tasikmalaya.

Anggapan Dasar

Menurut Arikunto, Suharsimi, (2006:19) “Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik”. Dalam penelitian ini penulis memiliki beberapa anggapan dasar yaitu diantaranya :

Pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel diberikan di kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran dilaksanakan dengan Kurikulum 2013

Peneliti mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran pada materi sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan pembelajaran langsung.

Peserta didik mampu mengikuti pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan pembelajaran langsung.

Peserta didik mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian

Untuk menjawab dan membahas semua permasalahan penelitian maka penulis mengungkapkan hipotesis dan pernyataan penelitian sebagai berikut :

Hipotesis

Menurut pendapat Ruseffendi, E.T. (2005:23) “Hipotesis adalah penjelasan atau jawaban tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala) atau kejadian yang akan terjadi; bisa juga mengenai kejadian yang sedang berjalan”. Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan anggapan dasar yang telah dikemukakan penulis maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan pada penelitian ini adalah “Pada langkah manakah peserta didik mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematik menurut langkah-langkah Polya?”.

Prosedur Penelitian

Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2011:2) “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimen, karena metode eksperimen bertujuan untuk meneliti ada tidaknya serta besarnya hubungan sebab akibat. Penelitian ini memberikan perlakuan terhadap kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) hingga terjadinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik

Hal ini sesuai dengan pendapat yang telah dinyatakan oleh Arikunto, Suharsimi (2006:3) “Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu”.

Variabel Penelitian

Arikunto, Suharsimi (2010:161) menyatakan, “Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatiansuatu penelitian”. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel bebas atau independent variable (X) yaitu variabel yang mempengaruhi dan variabel terikat atau dependent varible (Y) yaitu variabel akibat. Dalam penelitian ini, pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan model pembelajaran langsung sebagai variabel bebas dan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik sebagai variabel terikat.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan dilakukannya tes kemampuan pemecahan masalah matematik yang dilaksanakan pada awal pembelajaran (pretes) dan setiap pembelajaran telah selesai dilaksanakan (postes). Tipe soal untuk tes kemampuan pemecahan masalah matematik berupa tes uraian atau subjektif dengan jenis soal-soal pemecahan matematik sebanyak 4 soal yang dilaksanakan satu kali pada akhir pelajaran. Hal ini dilakukan guna mengetahui perkembangan kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki peserta didik dengan skor maksimum 40.

Instrumen Penelitian

Arikunto, Suharsimi (2010:203) mengungkapkan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cepat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan model pembelajaran langsung. Maka dilakukan pretes dan postes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan soal terdiri dari 4 buah soal pemecahan masalah matematik berbentuk uraian dengan skor maksimum 40.

Soal-soal dari tes kemampuan pemecahan masalah matematik terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan diuji cobakan pada peserta didik di luar sampel penelitian yakni peserta didik kelas IX yang telah menerima pembelajaran matematika materi sistem persamaan linear dua variabel. Soal-soal berbentuk uraian dengan tujuan agar mengetahui proses berfikir, ketelitian dan sistematik pekerjaan peserta didik. Setiap soal diberi skor berdasarkan tingkat kesukaran lalu proses penyelesaiannya harus sesuai denganaturan penskoran yang telah ditentukan. Langkah selanjutnya, data hasil uji yang telah dihasilkan di analisis untuk mengetahui karakteristik soal tersebut, meliputi :

Uji Validitas Butir Soal

Menurut Arikunto, Suharsimi (2006:168) “Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen”. Sedangkan Suherman, Erman (2003:119) menyatakan, “Rumus untuk mencari koefisien validitas butir soal dapat menggunakan rumus Product Moment angka kasar yang menurut Suherman, Erman (2003:120) dirumuskan sebagai berikut :

r_xy=(N(∑XY)-(∑X)(∑Y))/√({〖N(∑X〗^2)-〖(∑X)〗^2 }{〖N(∑Y〗^2-〖(∑Y)〗^2 } )

Keterangan :

r_xy = Koefisien validitas butir soal

X = Skor butir soal

Y = Skor total butir soal

N = Banyaknya peserta tes




Menurut Gulifort, J.P. (Suherman, Emran, 2003:113) kriteria koefisiensi validitas yang digunakan adalah

0,90〖≤r〗_xy≤1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik)

0,70〖≤r〗_xy<0,90 Validitas tinggi (baik)

0,40〖≤r〗_xy<0,70 Validitas sedang (cukup)

0,20〖≤r〗_xy<0,40 Validitas rendah (kurang)

0,00〖≤r〗_xy<0,20 Validitas sangat rendah

〖 r〗_xy<0,0 Tidak valid

Uji Reliabilitas Butir Soal

Suherman, Erman (2003:135) menyatakan, “Untuk menghitung koefisien reliabilitas soal bentuk uraian menggunakan rumus Alpha”.

Rumus Alpha adalah

r_11=[n/(n-1)][1-(∑s_i^2)/(s_t^2 )]

Keterangan :

r_11 = reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir soal (item)

s_i^2 = jumlah varians skor setiap item

s_t^2 = varians skor total

Rumus varians yang digunakan adalah

s_n^2=(〖∑X〗_n^2-〖〖(∑X〗_n)〗^2/n)/n

Keterangan :

s_n^2 = varians skor

∑X = jumlah skor total

n = banyak subjek

Menurut Guilfort J.P. (Suherman, Emran, 2003:113) klasifikasi interpretasi derajata reliabilitas adalah

〖 r〗_11<0,0 derajat reliabilitas sangat rendah

0,20〖≤r〗_11≤1,00 derajat reliabilitas rendah

0,40〖≤r〗_11<0,90 derajat reliabilitas sedang

0,70〖≤r〗_11<0,70 derajat reliabilitas tinggi

0,90〖≤r〗_11<0,40 derajat reliabilitas sangat tinggi

Populasi dan Sampel

Populasi

Penentuan sumber data penelitian memerlukan pertimbangan agar dapat memperoleh hasil data yang relevan dengan masalah yang diteliti. Unsur objek penelitian untuk memperoleh data dinamakan populasi. Menurut Sugiyono (2011:80), “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Pangandaran Tahun Pelajaran 2014/2015.

Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang dipilih untuk suatu proses penelitian yang dianggap dapat mewakili seluruh populasi hal ini sejalan dengan Arikunto, Suharsimi (2010:174), “Sampel adalah sebagian yang diambil atau wakil populasi yang diteliti”. Pengambilan dilakukan secara random (acak), karena setiap kelas mempunyai karakteristik yang sama. Sampel diambil sebanyak 2 kelas, dengan cara membuat gulungan kertas sebanyak kelas dalam populasi, satu kelas sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung.

Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sebuah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti yang berfungsi sebagai tahap persiapan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Berdasarkan pengambilan sampel yang telah diuraikan, yaitu pengambilan sampel yang mendapatkan perlakuan sama. Dimana sebelum dan setelah mendapat perlakuan yang sama sampel tersebut memperoleh tes kemampuan pemecahan masalah matematik (pretes-postes).

Menurut Ruseffendi, E.T. (2003:51), desain kontrol pretes-postes adalah tergambar sebagai berikut :

A O X O

A O O

Keterangan :

A = Pengelompokkan subjek secara acak

O = Pretes dan postes tes kemampuan pemecahan masalah matematik

X = Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe Number Head Together (NHT)

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik Pengolahan Data

Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Penskoran tes kemampuan pemecahan masalah matematik bertujuan untuk menghitung skor dalam soal uraian ditentukan ditentukan pedoman penskoran tes kemampuan pemecahan masalah matematik sesuai dengan aturan penskoran yang terdapat pada tabel 8 dengan memperhatikan langkah-langkah yang telah ditentukan. Pemberian skor tes pemecahan masalah yang dilakukan oleh Schoen dan Ochmke (Wardani, Sri, 2002:16) disajikan pada tabel 3 berikut :

Tabel 3

Pedoman Pemberian Skor Pemecahan Masalah




Skor Memahami Masalah Membuat Rencana Pemecahan Masalah Melakukan Perhitungan Memeriksa Kembali Hasil

0 Salah menginterpretasikan/ salah sama sekali Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan Tidak melakukan perhitungan Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterangan lain

1 Salah menginterpretasikan sebagian soal/ mengabaikan soal Membuat rencana yang tidak dapat diselesaikan Melakukan prosedur yang benar dan mungkin menghasilkan jawaban benar tetapi salah perhitungan Ada pemeriksaan tetapi tidak tuntas

2 Memahami masalah soal selengkapnya Membuat rencana yang benar tetapi salah dalam hasil, tidak ada hasil Melakukan proses yang benar dan mendapatkan hasil yang benar Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses

3 Membuat rencana yang benar tetapi belum lengkap

4 Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarahkan pada solusi yang benar

Max 2 4 2 2




Gain

Gain adalah data yang diperoleh untuk mengetahui berapa besar peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik yang terjadi. Data ini dihasilkan dari gain ternormalisasi hasil perhitungan skor pretes dan postes yang telah diberikan baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol. Gain dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

normalized gain=(postest score –pretest score)/(score max-pretest score)

Kategori

G – tinggi = nilai g≥0,70

G – sedang = nilai 0,30≤g<0,70

G – rendah = nilai g≤0,30

Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji statistik penelitian terhadap dua perlakuan dengan langkah-langkah berikut :

Statistik Deskriptif

Tujuan dari digunakannya statistika deskriptif adalah untuk memberikan gambaran yang jelas tentang data-data yang sudah terkumpul bagi peneliti maupun bagi orang lain yang ingin mengetahuinya.

Membuat daftar distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif, komulatif dan histogram (Sudjana, 2005:46-53)

Menentukan ukuran statistik

Banyak data (n)

Data tersebar (db)

Data terkecil (db)

Rentang (r)

Rata-rata (x ̅ )

Median (Me)

Modus (Mo)

Standar deviasi (ds)

Uji Hipotesis

Uji persyaratan analisis

Menguji normalisasi dari masing-masing kelompok dengan Chi-Kuadrat. Rumus yang digunakan (Sudjana, 2005:273) adalah sebagai berikut :

x^2= ∑_(i=1)^k▒((O_i-E_i))/E_i

Keterangan :

O_i = Frekuensi pengamatan

E_i= Frekuensi yang diharapkan

Pasangan Hipotesis :

H_0= sampel berasal dari populasiyang berdistribusi

normal

H_1= sampel berasal dari populasi yang berdistribusi

tidak normal

Kriteria pengujian adalah tolak H_0 jika 〖x^2〗_hitung≥〖x^2〗_((1-a)(db)) dengan α taraf nyata pengujian dan db=k-3. Dalam hal lainnya H_0 diterima.

Menguji homogenitas varians

Mencari nilai F

Pasangan hipotesis : H_0:V_1=V_2

H_1:V_1≠V_2

Keterangan :

V_1= Varians kelompok pertama

V_2= Varians kelompok kedua

Statistik yang digunakan adalah : F=Vb/Vk

Keterangan :

V_b= Varians besar

V_k= Varians kecil

Kriteria pengujian adalah :

Tolak H_0 jika F_hitung> F_(α(nvb,nvk-1)) dengan taraf nyata pengujian, artinya variansi kedua populasi tidak homogen. Dalam hal lainnya H_0 diterima.

Menentukan derajat kebebasan

Dengan rumus : 〖db〗_1=n_1-1

〖db〗_2=n_2-1

Keterangan :

〖db〗_1 = derajat kebebasan pembilang

〖db〗_2 = derajat kebebasan penyebut

n_1 = ukuran sampel yang variansinya besar

n_2 = ukuran sampel yang variansinya kecil

Menentukan nilai F daftar

Kriteria pengujian adalah :

Tolak H_0 jika F_hitung> F_(α(db1,db2))dengan α 1% taraf nyata pengujian dan 〖db〗_1=n_1-1, 〖db〗_2=n_2-1 artinya populasi tidak homogen. Dalam hal lainnya H_0 diterima.

Jika distribusinya normal maka dilanjutkan dengan menghitung perbedaan dua rata-rata kedua kelompok dengan menggunakan uji-t.

Jika distribusinya tidak normal maka pengujian hipotesis menggunakan Wilcoxon.

Jika kedua kelompok sampel berdistribusi normal tetapi variansnya tidak homogen maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t’.

Untuk uji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata

Menurut Ruseffendi, E.T. (1993:398) rumus pengujian dua sampel bebas dan kedua variansi populasinya tidak diketahui tetapi diasumsikan sama (Ruseffendi, E.T. 1993:398) yakni :

Pasangan hipotesis : H_0:μ_x≤μ_y

〖 H〗_0:μ_x>μ_y

Keterangan :

μ_x = Parameter rerata kelompok eksperimen

μ_y = Parameter rerata kelompok kontrol

Rumus yang digunakan adalah

S_(x-y)^2=(∑▒〖〖(X-(X ) ̅)〗^2+∑▒〖(Y-(Y ) ̅)〗^2 〗)/(n_x+n_y-2)

Dengan ∑▒(X-(X ) ̅ )^2 =S_x^2 〖(n〗_(x-1))

∑▒(Y-(Y ) ̅ )^2 =S_y^2 〖(n〗_(y-1))

Maka dengan hipotesis nol H_0:μ_x≤μ_y, uji statistiknya

t=(X-(X ) ̅)/√(s_(x-y)^2 (1/n_x +1/n_y ) )

Keterangan :

(X ) ̅= Rerata sampel kelas eksperimen

(Y ) ̅= Rerata sampel kelas kontrol

n_x= Ukuran sampel kelas eksperimen

n_y= Ukuran sampel kelas kontrol

S_x = Deviasi baku sampel kelas eksperimen

S_y = Deviasi baku sampel kelas eksperimen

Kriteria pengujian adalah tolak H_0 jika t_hitung≥ t_((1-α)(db))dan dalam keadaan lainnya H_0 diterima dengan α taraf nyata pengujian, artinya terdapat peningkatan positif penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number head Together (NHT) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik.

Analisis Skor Untuk Kesulitan Peserta Didik

Menghitung batas penguasaan ideal untuk setiap langkah pemecahan masalah matematik

Menurut Musiri (Rosita, Ricca Cambera Nur, 2004:12) untuk menghitung batas penguasaan ideal menggunakan rumus sebagai berikut :

Batas penguasaan ideal = x ̅_ideal+1/4 〖SD〗_ideal

Keterangan :

x ̅_ideal = nilai rata-rata ideal, adalah 1/2 dari skor maksimal tiap tahap

〖SD〗_ideal = simpangan baku ideal, adalah 1/3 dari nilai rata-rata ideal




Peserta didik dikatakan mengalami kesulitan dalam langkah pemecahan masalah matematik jika skornya kurang dari batas penguasaan ideal.

Menghitung persentase peserta didik yang mengalami kesulitan pada tiap tahap pemecahan masalah matematik

Menurut Musiri (Rosita, Ricca Cambera Nur, 2004:12) untuk menghitung persentase peserta didik yang mengalami kesulitan pada tiap langkah pemecahan masalah matematik dapat dicari dengan :

P_i=T_i/n×100%,i=1,2,3

Keterangan :

P_i = besarnya persentase peserta didik yang mengalami kesulitan

pada tahap ke-i

T_i = banyaknya persentase peserta didik yang mengalami kesulitan

pada tahap ke-i

n = banyaknya peserta didik
























DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta




Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta




Babin. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT). FKIP UNSIL. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan




Budiningsih, C. Asri (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta




Daroni, Puad Roni (2012). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Menigkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi Lingkaran. FKIP UNSIL. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan




Darsun. (2011). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematika Peserta Didik. FKIP UNSIL. Tasikmalaya: Tidak diterbitkan




Fuaidah, Tu’nas (2011). Teori Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner. [online]. Tersedia: http://8tunas8.wordpress.com/teori-belajar-mengajar-menurut-jerome-s-bruner/. [13 Juni]




Gustianingsih. (2010). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa. FKIP UNSIL. Tasikmalaya. Tidak diterbitkan




Huda, Miftahul. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Malang: Pustaka Pelajar




Ibrahim, Muslimin, et. all. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa.




Isjoni. (2011). Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta




Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Jakarta: Gramedia Widiasrana Indonesia




MKPBM,Tim. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI




Nuharini, Dewi. (2008). Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VIII SMP dan MTs. Jakarta: CV. Usaha Makmur




Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito




Slavin, Robert E. (2010). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media




Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito




Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta




Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.




Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Konsep, Landasan & Implementasinya Pada Kurikulum KTSP. Jakarta: Kencana




Trianto. (2011).Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitis. Jakarta: Prestasi Pustaka.




Widaningsih, Dedeh. (2010). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Bandung: Rizqi Press




Yunus, Muhammad. (2013). Teori Belajar Menurut Vygotsky. [online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2013/09/25/teori-belajar-menurut-vygotsky-595767.html. [13 Juni]. Diterbitkan 25 September 2013
thumbnail
Judul: Contoh Proposal Penelitian Pendidikan Matematika
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Edukasi :

2 komentar:

  1. Ass ka eldi . Bisa minta di kirim ke alamat ini filenya femyfadlya02@yahoo.co.id
    Karna rumusnya jadi berantakan hehe makasih sebelumnya ��

    BalasHapus

Terimakasih tidak meninggalkan tautan link

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Bamz